BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, kemiskinan
adalah masalah yang sangat sulit diatasi apalagi bagi negara berkembang.
Kemiskinan menjadi momok dan kata yang sangat menakutkan karena semua orang
pasti tidak mau menjadi miskin. hal itu berawal dari dua sebab, yaitu diri
sendiri dan orang lain. Pertama, kurangnya kemampuan individu untuk
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri memperoeh kehidupan yang lebih baik.
Kedua, kelicikan orang yang berpangkat merampas harta yang bukan miliknya alias
korupsi.
Negara Indonesia
merupakan negara agraris, akan tetapi
perekonomian masih rendah di
Indonesia terutama di desa, itu semua menyebabkan
kemiskinan. Kemiskinan disebabkan pekerjaan masyarakat yang tidak menentu.
Kebanyakan masyarakat desa bekerja sebagai buruh dan petani dengan pendapatan yang rendah.
Masyarakat petani tergolong masyarakat miskin karena masyarakat petani tersebut
mempunyai banyak keterbatasan salah satunya yaitu, pengetahuan dan
teknologi.
Masalah kemiskinan di
Indonesia masih merupakan hal yang perlu memperoleh perhatian. Jumlah orang
yang hidup dibawah garis kemiskinan nasional masih signifikan. Dicatat bahwa
pada tahun 1985 Indonesia menduduki peringkat negara termiskin di dunia. Pada
tahun 1966 Pendapatan Nasional Brutonya hanya US$50,- per kapita per tahun;
sekitar 60 persen orang Indonesia dewasa tidak dapat membaca dan menulis; dan
mencapai 65 persen penduduk negara tersebut hidup dibawah garis kemiskinan
(Tambunan, 2006).
Kemiskinan salah satu
penghalang kesejahteraan hidup masyarakat desa, untuk itu masyarkat desa harus
bekerja sama untuk meningkatkan pembangunan perekonomian dan pemerintah harus
peka terhadap masalah kemiskinan yang masih terjadi di dalam masyarakat.
1.2 Tujuan
Tujuan
makalah ini adalah untuk kita memahami dampak dari masalah kemiskinan serta
adanya dampak dari kemajuan teknologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, dan air minum. Hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup .
Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian
orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara
berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang
"miskin".
Kemiskinan dipahami dalam
berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Ø Gambaran kekurangan materi, yang biasanya
mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan
kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang-barang dan pelayanan dasar.
Ø Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk
keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Ø Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan
kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda
melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
2.2
Penyebab Kemiskinan
Umumnya, kemiskinan
banyak dihubungkan dengan:
v penyebab individual, atau patologis, yang
melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari
si miskin;
v penyebab keluarga, yang menghubungkan
kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
v penyebab sub-budaya (subcultural), yang
menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar;
v penyebab agensi, yang melihat kemiskinan
sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
v penyebab struktural, yang memberikan alasan
bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun
diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari
kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia)
misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin;
yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih
gagal melewati atas garis kemiskinan.
Kemiskinan
petani pedesaan barangkali dapat juga dijelaskan melalui capability approach
yang diketengahkan oleh Amartya Sen (1999) didalam Development As Freedom. Menurut
Sen, kemiskinan berkaitan dengan freedom of choice; orang miskin sama sekali
tidak memiliki freedom of choice karena terjadi capability deprivation.
Capability mengacu pada dua perkara, yaitu ability to do dan ability to be.
Petani miskin dipedesaan benar-benar mengalami ability to do dan ability to be
yang rendah karena mereka dalam posisi yang dirampas. Berbagai macam
deprivation dapat diketengahkan disini:
1. Structural
devrivarion. Struktur berkaitan dengan: (1) power relations, dimana posisi petani
selalu dalam posisi yang lemah; (2) adanya kebijakan pemerintah yang
memengaruhi kebijakan dalam penangulangan kemiskinan; (3) dualisme ekonomi yang
muncul dalam wajah baru.
2. Social capability
deprivation: orang miskin tidak dapat meraih kesempatan, informasi,
pengetahuan, ketrampilan, partisipasi dalam organisasi.
3. Economic capability
deprivation: orang miskin tidak dapat mengakses fasilitas keuangan pada
lembaga-lembaga keuangan resmi seperti perbankan, tetapi mereka terjebak pada
Bank Plecit dan kaum rentenir yang tidak membutuhkan prosedur yang
berbelit-belit.
4. Technological
capability deprivation: dimana orang miskin tidak dapat memiliki teknologi baru
yang memerlukan modal yang cukup besar. Teknologi tradisional seperti pembuatan
alat-alat dari bahan lokal (tanah, bambu, kayu, dll) telah digantikan oleh
alat-alat pabrikan.
5. Political capability
deprivation: petani miskin di pedesaan tidak mampu memengaruhi keputusan
politik yang dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tidak didengarkan
aspirasinya, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan collective action.
6. Psychological
deprivation: petani miskin pedesaan selalu memperoleh stigma sebagai
orang-orang yang kolot, bodoh, malas, tidak aspiratif. Stigma inilah yang
berakibat mereka menjadi rendah diri dan merasa disepelekan, merasa teralienasi
di dalam kehidupan sosial dan politik.
Kemiskinan petani dipedesaan
semakin diperparah dengan munculnya sistem ekonomi global yang menganut paham
neo-liberalisme. Tiga alat neo-lib yaitu World Bank, International Moneteray
Fund (IMF) dan World trade organization kelihatannya tidak memihak pada petani
miskin (catatan: sekarang para staf ahli dari Bank Dunia seperti Sen, Stilgitz,
Woolcock dan Narayan) telah membaca tanda-tanda meningkatnya kemiskinan global
karena perilaku neo-lib yang menyarankan untuk menghapus kemiskinan dinegara
ketiga melalui structural adjustment programs, yaitu (1) free trade, (2)
penghapusan tarif, dan (3) mengganti tanaman pangan dengan tanaman komoditas.
Akibatnya adalah fatal, jumlah kemiskinan dunia meningkat menjadi lebih dari
dua miliar penduduk. Di India jumlah orang miskin meningkat menjadi dua kali
lipat. Dan yang paling menikmati kemiskinan penduduk dunia ketiga adalah
negara-negara kapitalis.
2.3
Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan
Langkah-langkah
penanggulangan kemiskinan ini tidak dapat ditangani sendiri oleh satu sektor
tertentu, tetapi harus multi sektor dan lintas sektor dengan melibatkan
stakeholder terkait untuk meningkatkan efektivitas pencapaian program yang
dijalankan. Oleh sebab itu, langkah-langkah yang ditempuh dalam penanggulangan
kemiskinan dijabarkan ke dalam program sebagai berikut :
1. 1. Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat
a) Pelayanan
kesehatan penduduk miskin di Puskesmas dan jaringannya.
b) Pengadaan,
peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas.
c) Pengadaan
peralatan dan perbekalan termasuk obat generik.
d) Peningkatan
pelayanan kesehatan dasar mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,
pemberantasan penyakit menular dan peningkatan gizi.
e) Pengadaan
dan Peningkatan SDM tenaga kesehatan.
2. 2. Program Pelayanan Pendidikan
a) Peningkatan
Pendidikan Dasar
b) Peningkatan
Pendidikan Menengah dan Tinggi
c) Peningkatan
Pendidikan Luar Sekolah
d) Pengembangan
dan Pemanfaatan Hasil Penelitian dan IPTEK
e) Peningkatan
Apresiasi seni
f) Pelestarian
dan Pengembangan Desa tambaagung ares.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Kemiskinan merupakan
masalah yang selalu ada pada setiap Negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya
terdapat di negara-negara berkembang saja, bahkan di negara maju juga mempunyai
masalah dengan kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi masalah yang rumit, walaupun
fakta menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di negara berkembang jauh lebih
besar dibanding dengan negara maju. Hal ini dikarenakan negara berkembang pada
umumnya masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala bidang,
seperti : kapital, teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain
sebagainya.
Ada dua kondisi yang
menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan buatan.
Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas,
penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi
karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota
masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain
yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.
3.2 Saran
Dalam menghadapi
kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif,
dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam
menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas
SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang
standarnya adalah standar global.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar